Kamis, 27 Februari 2014

Suku Primitive dari Kalimantan


Suku Dayak Punan Batu, adalah salah satu suku dayak yang masih mempertahankan hidup mengasingkan diri tinggal di gua-gua di tengah hutan pedalaman yang berada di Kalimantan Timur.
 
Populasi suku Dayak Punan Batu ini tidak banyak. Mereka lebih memilih hidup mengasingkan diri atau jauh dari kelompok masyarakat dayak lainnya. Gaya hidup mereka tetap mengikuti tradisi nenek moyang mereka sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Mereka adalah suku bangsa yang senang hidup mengembara. Mereka bernaung dan menggantungkan hidup pada sumber makanan (food gathering) yang tersedia di alam kepada mereka dan memanfaatkan gua-gua batu yang ada di tengah hutan pedalaman.



Pada dasarnya suku Dayak Punan Batu ini tidak memakan nasi dan hanya hidup dari hasil yang didapat dari hasil berburu, mengumpulkan ubi-ubian dan buah-buahan. Pada masa dahulu suku Dayak Punan Batu ditakuti oleh masyarakat lainnya yang berada di sekitar wilayah mereka, karena tradisi mengayau yang mereka jalankan terhadap siapa saja yang dianggap bisa mengganggu ketentraman hidup mereka. Tetapi, saat ini tradisi mengayau ini sudah tidak mereka lakukan, karena saat ini mereka telah bisa menerima kehadiran orang asing, dan berlaku ramah dan terbuka.

Mereka bukanlah suku primitif, hanya menjauhkan diri dari kelompok masyarakat lain. Terbukti mereka telah bisa menanak nasi dan membutuhkan minyak goreng. Kemungkinan perubahan ini karena kontak hubungan mereka dengan orang Punan Basap dan orang Punan Sajau yang beraktifitas di sarang burung walet di hutan Sajau. Kontak hubungan ini secara tidak langsung memberikan perubahan kepada mereka, dan mereka mengenal beras serta menanak nasi dan membutuhkan minyak goreng. Tak jarang orang Punan Batu turun gunung menuju kamp penjaga burung walet untuk meminta beras dan kebutuhan pokok lain. 

Para lansia tidak diajak keluar dan berburu, tetapi tetap berada di gubuk kecil yang dibangun dekat mulut goa. Sesekali, gubuk-gubuk ini dikunjungi sanak keluarga yang beristirahat setelah berburu. Di saat sedang berkumpul di gubuk kecil ini lah mereka saling bercengkerama dan berbagi cerita.

Anak-anak Punan Batu kebanyakan belum mengenal sekolah karena letak sekolah yang jauh. Jumlah warga Punan Batu terus menyusut, disebabkan beberapa dari mereka sering pindah ke tempat lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar