Senin, 02 November 2015

GUNUNG KELUD



Gunung Kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri. Secara geografis tepatnya terletak pada 7°56’ LS dan 112°18’30” BT dengan ketinggian puncak 1.113,9 m di atas permukaan laut(dpl).


 


 
Gambar 1. Gunung Kelud
(sumber : goo.gl)

Gunung Kelud termasuk dalam tipe stratovulkan yang diklasifikasikan sebagai gunung api aktif tipe A bersifat freatomagmatik sampai magmatik. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Sejak sekitar tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek yaitu, 15 sampai 30 tahun sekali.

Secara morfologis, Gunung Api Kelud ditandai oleh keberadaan beberapa bekas kawah yang tumpang tindih berbentuk tapal kuda di bagian tertentu. Hal ini mencirikan bahwa telah terjadi erupsi secara berulang dan bersifat eksplosif. Telah teridentifi kasi sebuah danau kawah pada ketinggian lebih dari 1.200 m yang terbuka ke arah barat, dan diyakini sebagai bekas kaldera letusan yang telah terisi air, serta teramati masih menunjukkan aktivitas vulkanisme. Danau kawah tersebut dikelilingi oleh kubah-kubah lava seperti Gunung Lirang, Gunung Sumbing, Gunung Kelud, dan Gunung Gajah Mungkur (Gambar 2).
 


  

 
Gambar 2. Peta kontur di daerah sekitar kawah Gunung Kelud
sebelum erupsi tahun 2007
(sumber : jurnal geologi Indonesia, 2006)

Berdasarkan data sejarah letusan diketahui bahwa daur kegiatan Gunung Api Kelud berkisar antara 15 sampai dengan 30 tahun, dan kegiatan letusan terutama terjadi di bagian kawah yang berisi air pada ketinggian >1600 m dpl dengan letusan berupa semburan lahar primer mencapai suhu 200° C (Kusumadinata, 1979; Zaennudin dkk.,1986). Begitu eksplosifnya letusan dan ditambah oleh keterlibatan air danau bervolume relatif besar mengakibatkan kerusakan yang dahsyat pada lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman termasuk sejumlah besar korban manusia tewas.

Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951 (31 Agustus), 1966 (26 April), dan 1990 (10 Februari-13 Maret). Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007 dan 13-14 Februari 2014.

Tercatat dalam laporan Carl Wilhelm Wormser (1876-1946), pejabat Pengadilan Landraad di Tulung Agung (masa kolonial Belanda), yang menjadi saksi mata erupsi Gunung Kelud tahun 1919. Letusan 1919 ini termasuk di antara yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa, merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu, Hugo Cool, seorang ahli pertambangan, pada tahun 1907 juga ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik. Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan.

Pada tanggal 31 Agustus 1951, pukul 06.15 WIB atau 06.30 WIB, Gunung Kelud kembali meletus (erupsi) secara eksplosif. Akibat letusan besar ini, sejumlah kota di Pulau Jawa terkena hujan abu, termasuk Yogyakarta dan Surakarta dan mencapai Bandung. Tujuh orang tewas akibat letusan ini, tiga di antaranya petugas pengamat gunung api. Selain itu, 157 orang terluka. Akibat letusan ini pula, dasar danau kawah menurun sehingga volume air meningkat menjadi 50 juta meter kubik. Letusan 1951 adalah yang pertama kali terjadi setelah pembuatan terowongan-terowongan pembuangan air kawah selesai dibangun. Van Ijzendoorn, Kartograf Kepala Badan Geologi, menyimpulkan bahwa sistem saluran ini sangat membantu mengurangi dampak kerugian akibat letusan.

Letusan besar terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15 WIB. Sekitar 210 lebih orang tewas akibat letusan ini. Sistem terowongan rusak berat, sehingga dibuatlah terowongan baru 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar stabil pada angka 2,5 juta meter kubik. Kemudian letusan kembali terjadi pada tahun 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung itu. Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai pada tahun 1994.

Letusan pada tahun 2007 merupakan letusan yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Karena letusan kali ini tidak eksplosif seperti biasanya melainkan efusif bertipe freatik (leleran dengan letusan-letusan kecil). Selain itu, letusan ini menghasilkan suatu sumbat lava berbentuk kubah sebagai hasil aktivitas tinggi pada kawah. Kubah lava yang dihasilkan ini diikuti dengan munculnya asap tebal putih. Pada akhirnya danau kawah Gunung Kelud praktis tidak ada dan digantikan oleh kubah lava dengan asap tebal dan tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.

Letusan pada tahun 2014 merupakan hasil dari akumulasi energi akibat sumbatan kubah lava pada jalur magma. Letusan ini bersifat eksplosif dan dampaknya dirasakan hingga Kota Bandung di Jawa Barat. Hujan abu dari letusan melumpuhkan Jawa. Tujuh bandara di Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan Bandung, ditutup.

Untuk saat ini aktivitas Gunung Kelud kembali normal. Akan tetapi perlu dilakukan perbaikan terkait infrastruktur di obyek wisata Gunung Kelud yang 95% hancur. Diketahui bahwa terowongan sebagai alat untuk meminimalisir kerugian akibat dari letusan Gunung Kelud pada saat ini sudah tertutupi oleh material-material hasil erupsi tahun 2014. Oleh karenanya perlu dilakukan pembangunan kembali terkait pembuatan terowongan baru guna menjaga volume air dalam kawah tetap dalam keadaan normal.

Keadaan sosial masyarakat di sekitar Gunung Kelud cukup baik. Dimana mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Pertanian yang umumnya dilakukan di lereng Gunung Kelud ini adalah buah nanas. Selain itu, pembangunan intensif yang dilakukan oleh pemrintah Kabupaten Kediri guna memajukan obyek wisata Gunung Kelud ini semakin meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar.

Setiap 23 Suro masyarakat daerah lereng atau kaki Gunung Kelud tepatnya masyarakat Desa Sugih Waras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri melakukan upacara ritual, yaitu larung sesaji. Larung sesaji ini dilakukan berdasarkan kepercayaan masyarakat mengenai asal-usul atau legenda Gunung Kelud ini yang mana berawal dari penghianatan cinta oleh Dewi Kilisuci Putri Jenggolo Manik kepada Raja Mahesa Suro dan Raja Lembu Suro. Tujuan larung sesaji ini adalah tolak balak terhadap sumpah Lembu Suro sebelum mati. Sumpahnya adalah “Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung”. yang artinya (Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau).

Gunung Kelud inipun tidak lepas dari status sengketa kepemilikan antara Kabupatenn Kediri dan Kabupaten Blitar. Tindakan Kabupaten Kediri membangun kawasan wisata di wilayah puncak Gunung Kelud mendapat protes dari Kabupaten Blitar, yang menganggap wilayah puncak Kelud merupakan wilayahnya. Sengketa wilayah ini terutama meruncing setelah turunnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/013/2012 yang menyatakan bahwa kawasan puncak Kelud merupakan wilayah Kabupaten Kediri. Atas keluarnya SK tersebut, Pemerintah Kabupaten Blitar menggugat Gubernur Jatim ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan Pemkab Blitar akhirnya ditolak PTUN pada akhir tahun 2012. Pasca letusan besar Gunung Kelud pada awal tahun 2014, status Gunung Kelud kembali menjadi sengketa antara kedua belah pihak. Soekarwo akhirnya mencabut SK Kepemilikan Gunung Kelud pada awal tahun 2015 dan menyerahkan persoalan ini kepada Kementerian Dalam Negeri.

Dari sekian kali letusan Gunung Kelud yang menyebabkan kehancuran dan kerusakan dimana-mana, juga meninggalkan material-material tertentu yang bisa dimanfaatkan. Material terbanyak yang umumnya abu vulkanik yang bentuknya berupa pasir, sering dimanfaatkan warga sebagai bahan bangunan. Meskipun kandungan Sulfurnya yang cukup banyak yang menyebabkan pasir tidak secara langsung bisa dcampur dengan semen, namun dengan perlakuan khusus atau kadar campuran tertentu akan memperkokoh bangunan. Termasuk diketahui bahwa pasir hasil erupsi Gunung Kelud dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan beton.


REFERENSI
Kadarsetia, S. dkk.(2006). Karakteristik kimiawi air danau kawah Gunung Api Kelud, Jawa Timur pasca letusan tahun 1990. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4 Desember 2006: 185-192
Gunung Kelud.(n.d.). Retrieved from http://wisatabromo.com/sejarah-gunung-kelud/

Senin, 12 Oktober 2015

JENIS-JENIS BATUAN PIROKLASTIK BERDASARKAN PROSES PENGENDAPANNYA

Batuan Piroklastik adalah batuan vulkanik bertekstur klastika yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan erupsi gunungapi. Material penyusun tersebut terendapkan dan terbatukan/terkonsolidasikan sebelum mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es. Pada kegiatannya batuan hasil kegiatan gunungapi dapat berupa aliran lava sebagaimana diklasifikasikan dalam batuan beku atau berupa produk ledakan/eksplosif dari material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat dalam perut gunung.

Material piroklastik merupakan hasil banyak proses yang berhubungan dengan erupsi vulkanik tanpa memandang penyebab erupsi dan asal dari materialnya. Fragmen piroklastik merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung dari proses erupsi vulkanik yang umumnya bersifat eksplosif. Material piroklastik saat dierupsikan gunung api memiliki sifat fragmental, dapat berujud cair maupun padat. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut disebut sebagai batuan piroklastik.
Endapan piroklastik adalah endapan yang tersusun oleh partikel (piroklas) dan terbentuk oleh erupsi yang eksplosif dan kemudian terendapkan. Proses erupsi ekplosif yang terlibat dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama yaitu : erupsi letusan magmatik, erupsi freatik dan erupsi freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu menghasilkan piroklas yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok dengan panjang beberapa meter. Berikut berdasaran proses pengendapannya, batuan piroklastik dibagi menjadi 3 jenis.

Gambar 1. Proses Terbentuknya Batuan Piroklastik
(sumber : elisa.ugm.ac.id)




Gambar 2. Jenis Endapan Piroklastik
(sumber : elisa.ugm.ac.id)





1.      Piroklastik Aliran (Flow Deposit)
Piroklastik aliran adalah aliran magma panas yang mengalir di lereng/permukaan (lava)  dengan konsentrasi tinggi yang mudah bergerak dan dapat berupa gas atau partikel terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi gunung api (letusan eksplosif). Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil. Endapan piroklastik pada tipe ini umumnya adalah batuan berkuran bongkah dan abu.


 





Gambar 3. Endapan Aliran Piroklastik
(sumber : academia.edu)

2.      Piroklastik Jatuhan (Fall Deposit)
Jatuhan piroklastik merupakan piroklastik yang diendapkan melalui media udara dan terbentuk setelah material hasil letusan dikeluarkan dari kawah, menghasilkan suatu kolom erupsi. Jatuhan piroklastik terjadi karena proses erupsi gunung api yang meledak, mengeluarkan isi perutnya dan kemudian melontarkannya ke udara dan jatuh di suatu permukaan.
3.      Piroklastik Surge (Surge Deposit)
Surge piroklastik adalah piroklastik yang mekanisme transportasinya secara dihembuskan, disemburkan atau menyeruak secara lateral yang mengangkut piroklas sepanjang lereng/permukaan sebagai kelanjutan dari sistem turbulen. Konsentrasi partikel relatif rendah dan merupakan dispersi gas dengan bahan padat.


   


Gambar 4. Endapan Surge Piroklastik
(sumber : academia.edu)



REFERENSI
Irwansyah, B. R. (2014). Petrografi Batuan Beku Fragmental (Piroklastik). Retrieved from https://elangnaga.wordpress.com/2014/01/26/petrografi-batuan-beku-fragmental-piroklastik/

Kamis, 27 Februari 2014

Soto Branggahan, dimana?



Mendengar istilah Soto Branggahan, apa yang terlintas di benak diri Anda? Barang? Tempat? Makanan? Jika belum jelas mari kita kupas satu per satu.

Soto, sroto, atau coto adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari kaldu daging dan sayuran. Daging yang paling sering digunakan adalah sapi dan ayam, tapi juga kerbau dan kambing. Berbagai daerah di Indonesia memiliki jenis soto sendiri, dengan resep yang berbeda-beda, misalnya Soto Kediri, Soto Madura, Soto Betawi, Soto Padang, Soto Bandung, Soto Sokaraja, Soto Banjar, Soto Makassar. Soto juga dinamai menurut bahannya, misalnya Soto ayam, Soto Babat, Soto Kambing. Karena ada beberapa jenis soto di Indonesia, masing-masing mempunyai cara penyajian yang berbeda-beda. Soto bisa dihidangkan dengan berbagai macam lauk, misalnya kerupuk, perkedel, emping melinjo, sambal, saus kacang, dan lain-lain. Dan ditambah pula dengan tambahan lainnya seperti sate telur pindang, sate kerang, jeruk limau, koya (campuran tumpukan kerupuk dengan bawang putih) dan lain-lain. Seperti kita ketahui bahwa makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, sehingga soto biasanya dihidangkan dengan nasi sebagai menu utama. Namun, ada perbedaan dalam hal menu utama nasi tersebut. Kebanyakan soto dihidangkan secara terpisah dengan nasi, seperti Soto Betawi, Soto Padang, dan lain-lain. Namun, ada juga yang dihidangkan bersama dengan nasi atau soto campur nasi, misalnya Soto Kudus. Selain itu, ada juga soto yang dihidangkan dengan lontong atau nasi yang sudah dimasak dengan dibungkus daun pisang, misalnya Soto Makassar. Kemudian, ada juga yang memakai mi, dan bukan nasi sebagai menu pokoknya, misalnya Soto Mie Bogor.



“Soto Branggahan” begitulah banyak orang menyebut namanya merupakan wisata kuliner yang bertempat di Desa Branggahan Kec. Ngadiluwih Kab. Kediri. Yang menjadi ciri khas dari Soto Branggahan adalah sotonya ayam kampung dengan kuahnya dari rempah-rempah yang bercampur dengan santan sehingga rasanya menjadi gurih. Hal ini juga yang membedakan dengan soto-soto pada lainnya yang cenderung berkuah bening.

Hal unik lainnya dalam penyajian Soto Branggahan adalah bila pedagang soto pada umumnya meletakkan sambal pada tempat yang terpisah dan sambalnya sudah dihaluskan, namun Soto Branggahan ini meletakkan sambalnya dibawah nasi, jadi ketika menyantap soto ini harus diaduk-aduk agar pedasnya merata.

Selain itu tempat penyajiannya pun tak kalah menarik, yakni disajikan pada mangkuk yang ukurannya tidak sebesar wadah penyajian soto pada umumnya, tetapi menggunakan mangkuk kecil yang menyerupai mangkuk china atau cawan. Jadi bagi yang terbiasa makan besar pasti tidak akan cukup jika cuma makan satu mangkuk saja, sehingga setidaknya butuh dua mangkuk untuk membuat kenyang.